Jumat, 13 Februari 2015

"BERDIAM DIRI DARI MENEGAKKAN KHILAFAH DENGAN ALASAN MENUNGGU IMAM MAHDI"

Sebagian kaum Muslim berdiam diri dari perjuangan menegakkan kembali Khilafah Islamiyyah dengan alasan menunggu datangnya Imam Mahdi.
Menurut mereka, usaha menegakkan Khilafah Islamiyyah tidak akan membawa hasil, atau kesia-siaan belaka, selama Imam Mahdi belum hadir di tengah-tengah kaum Muslim.Pandangan seperti itu tidak hanya keliru, tetapi juga menyesatkan. Mereka tidak bisa membedakan mana wilayah iman (keyakinan) dan mana wilayah amal (perbuatan). Percaya kepada kedatangan Imam Mahdi termasuk perkara iman (keyakinan), sedangkan berjuang untuk menegakkan Khilafah Islamiyyah termasuk wilayah amal (perbuatan) yang di fardhukan Allah SWT. Keimanan terhadap kedatangan Imam Mahdi, tentu saja tidak menafikan kewajiban untuk berjuang untuk menegakkan Khilafah Islamiyyah.

 Seseorang dianggap maksiyat kepada AllahSWT ketika meninggalkan kewajiban menegakkan Khilafah Islamiyyah, walaupun ia meyakini kedatangan Imam Mahdi.

Ini seperti orang yang bertawakal sepenuhnya kepada Allah SWT, namun tidak berusaha mewujudkan sebab-sebab untuk mencapai tujuan perbuatan.

Dalam Kitab Jaami' al-'Ulum wa al-Hikam, imam Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah menyatakan:"Ketahuilah, sesungguhnya pemujudan tawakal tidaklah meniadakan (menafikan) usaha untuk mewujudkan sebab-sebab yang telah ditetapkan Allah SWT pada perkara-perkarayang maqdurat. Sunnah-Nya (sunnatullah) yang ada pada ciptaan-Nya berjalan dengan hal itu (sebab akibat).Allah SWT telah memerintahkan untuk mengusahakan sebab-sebab, sebagaimana Allah SWT menerintahkan untuk tawakal kepada-Nya.....
(Al-Hafidz Ibnu Rajab al-Hanbali, Jaami' al-'Uluum wa al-Hikaam, juz 49,hal. 3)

Jadi, berusaha mewujudkan sebab-sebab yang bisa mengantarkan kepada tujuan merupakan bagian dari ketaatan kepada Allah SWT.

Sedangkan mengabaikan dan meninggalkan upaya mewujudkan sebab-sebab untuk meraih tujuan dari suatu amal wajib adalah sebuah kemaksiyatan.

Atas dasar itu, bekerja keras dan sungguh-sungguh untuk mewujudkan sebab-sebab yang bisa mengantarkan tegaknya Khilafah Islamiyyah adalah bagian dari ketaatan.

Sedangkan berdiam diri atau tidak berusaha dengan sungguh-sungguh dalam mewujudkan sebab-sebab yang bisa mengantarkan tegaknya Khilafah Islamiyyah adalah kemaksiyatan...

Wallahu a'lam bish shawab.

Sabtu, 26 Juli 2014

Khutbah Idul Fitri 1435 H by Hizbut Tahrir Indonesia


Khilafah: Kewajiban Syar’i dan Sumber Kemuliaan
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الله اكبر 7×
اللهُ اَكْبَرْ كَبِيْراً وَالْحَمْدَ ِللهِ كَثِيْراً وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَّأَصِيْلاً
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ جَعَلَ هَذَ الْيَوْمِ عِيْداً لِلْمُسْلِمِيْنَ وَحَرَّمَ عَلَيْهِمْ فِيْهِ الصِّياَمَ، وَنَزَّلَ الْقُرْآنَ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّناَتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانَ خَيْرَ نِعَمٍ، اَحْمَدُهُ وَاشْكُرُهُ عَلَى كَمَالِ اِحْسَانِهِ وَهُوَ ذُو الْجَلاَلِ وَاْلإِكْراَمِ.
اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهِ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ. وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ خَيْرَ اْلأَناَمِ .
أُصَلِّيْ وَاُسَلِّمُ عَلَى الْقَائِدِ وَالْقُدْوَةِ مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحاَبِهِ وَذُرِّيَّتِهِ، وَمَنْ دَعاَ اِلَى اللهِ بِدَعْوَتِهِ وَمَنْ جاَهَدَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ حَقًّ جِهاَدِهِ اِلِى دَارِ السَّلاَمِ.
اَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ أُوْصِيْنيِ وَأِياَّكُمْ بِتَقْوَى اللهِفَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُونَ, قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِه الْكَرِيْمِ:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
اَمَّا بَعْدُ

Ma’âsyira al-Muslimîn rahimakul-Lâh
            Pagi ini kita datang dan berkumpul di sini untuk memenuhi panggilan Allah Swt. Kalimat takbîr, tahlîl, dan tahmîd kita gemakan sebagai bentuk ketaatan dan ungkapan rasa syukur kita kepada-Nya. Dari-Nyalah semua nikmat yang ada pada diri kita.
Pada hari raya ini, kita patut bergembira dan bersukacita. Gembira karena telah menyelesaikan kewajiban puasa dan berbagai ibadah lainnya di bulan Ramadhan. Dengan begitu, kita bisa berharap meraih predikat hamba yang bertakwa, serta mendapatkan ampunan, pahala, ridha, dan surga-Nya.
Meskipun gembira dan sukacita, namun kegembiraan kita tidaklah sempurna manakala menyaksikan berbagai peristiwa menyedihkan menimpa umat Islam di berbagai belahan dunia. Bagaimana kita bisa bergembira sementara saudara-saudara kita di Gaza-Palestina dibombardir dengan aneka senjata pemusnah oleh tentara-tentara Israel. Tidak sedikit yang menjadi korban, bahkan ratusan orang gugur menjadi syuhada. Masjid, pemukiman, rumah sakit, dan berbagai infrastruktur lainnya pun hancur dan luluh lantak. Betapa sedihnya hati ini, kita menyaksikan tubuh-tubuh bergelimpangan dengan penuh luka mengenaskan, mendengar tangisan bayi dan anak-anak yang memilukan, serta jeritan meminta pertolongan. Namun, tak banyak yang bisa kita lakukan.
Kita sungguh kagum dan bangga dengan sikap ksatria saudara-saudara kita Gaza. Meskipun menghadapi gempuran tentara Israel, mereka tetap sabar dan tabah. Tak tampak sikap lemah, apalagi kata menyerah. Mereka melakukan perlawanan dengan gagah. Sehingga, mereka tak bisa ditundukkan Israel dengan mudah. Padahal, Gaza hanyalah sebuah kota dengan luas sekitar 365 km2. Itu pun sudah diblokade dengan benteng tinggi yang mengelilinginya.
Wahai saudara-saudara kami di Gaza, kami berdoa, semoga Allah Swt segera memberikan keselamatan, kekuatan, pertolongan, dan kemenangan untuk Anda.

Allâhu Akbar 3X wa lil-Lâh al-hamd,
Ma’âsyira al-Muslimîn rahimakul-Lâh
Serangan Israel terhadap Gaza telah menyingkap tabir siapa sejatinya para penguasa Arab dan negeri-negeri Muslim lainnya. Para penguasa itu tentu menyaksikan kebiadaban Yahudi Israel. Mereka juga tahu bahwa kebiadaban Israel itu telah melampaui batas kemanusiaan. Namun anehnya, mereka hanya bungkam dan berdiam diri. Kalaupun ada, hanya sebatas kecaman dan kutukan tak berarti. Atau paling banter, mengirimkan bantuan dana, makanan, atau obat-obatan. Namun, tidak ada satu pun tindakan nyata yang mereka lakukan untuk menghentikan kebiadaban Israel. Tidak ada tentara yang mereka kirim untuk berjihad melindungi Gaza dan berperang melawan tentara Israel di medan laga.
Padahal, jika mereka mau menggerakkan tentara mereka, niscaya dapat menyelamatkan Gaza. Bahkan lebih dari itu, mampu membebaskan Palestina dan melibas habis Israel dalam waktu singkat.
Betapa tidak. Jika dikumpulkan, jumlah seluruh tentara di negeri-negeri Muslim lebih dari dua juta orang. Kalau masih dirasa kurang, bisa memobilisasi para pemuda dan umat Islam yang siap berjihad. Belum lagi ditambah dengan tentara malaikat yang tak terlihat, yang diturunkan untuk membantu mereka. Maka dengan izin dan pertolongan Allah SWT, negara Israel yang penduduknya hanya 7,8 juta jiwa itu dengan mudah dapat dilenyapkan.
Akan tetapi mereka tidak mau melakukannya. Mereka justru menghiba kepada PBB dan Amerika, dan hanya meminta Israel agar menghentikan serangan. Tindakan itu jelas menunjukkan bahwa mereka tidak peduli dengan nasib umat ini. Kendati darah umat Islam tertumpah, negerinya dijajah, dan kekayaannya dijarah, mereka tidak melakukan pembelaan. Maka tak aneh jika banyak yang menyebut mereka sebagai penguasa antek. Antek negara-negara kafir penjajah. Tak mengherankan pula jika ada yang mempertanyakan aqidah mereka: Masihkah tersisa keimanan di dada mereka?
Bukankah mereka telah mendengar firman Allah swt: innamâ al-mu`minûna ikhwah, sesungguhnya orang-orang Mukmin itu bersaudara? Bukankah mereka telah mengerti bahwa umat Islam itu kamatsal al-jasad al-wâhid, laksana tubuh yang satu. Tatkala ada bagian tubuh yang sakit, seluruh tubuh ikut merasakannya. Lalu, mengapa mereka meremehkan perintah Allah Swt:
﴿وَإِنِ اسْتَنْصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ﴾
(Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan(QS al-Anfal [8]: 71).

Allâhu Akbar 3X wa lil-Lâh al-hamd,
Ma’âsyira al-Muslimîn rahimakul-Lâh
Palestina bukanlah satu-satunya. Di Suriah, hingga kini umat Islam harus menghadapi keganasan penguasanya sendiri, Basyar Asad. Dengan dukungan negara-negara kafir penjajah, rezim Nushairiyyah itu membantai ratusan ribu rakyatnya sendiri.
Sementara Irak dan Afghanistan masih berada di bawah penjajahan negara imperialis, Amerika Serikat. Kondisi menyedihkan juga masih terus dialami saudara-saudara kita di Pattani Thailand, Moro Philipina Selatan, Kashmir, Rohingya di Miyanmar, Afrika Tengah, China, dan lain-lain.
Semua realitas itu mengukuhkan kesimpulan bahwa umat ini memerlukan Khilafah. Dengan Khilafah, persatuan umat Islam benar-benar dapat diwujudkan dalam kehidupan. Selain ikatan aqidah, persatuan umat semakin kokoh tatkala berada dalam ikatan daulah.
Dengan Khilafah, negeri-negeri Islam yang kini membentang dari Maroko hingga Merauke dapat dipersatukan. Tatkala dihimpun dalam satu daulah, maka Khilafah akan menjadi negara raksasa yang disegani dunia. Tidak ada yang berani melawan dan melecehkan.
Dengan Khilafah pula, umat Islam beserta agamanya terjaga. Darah, kekayaan, dan kehormatan akan terpelihara. Sebab, khalifah sebagaimana disebutkan Rasulullah saw adalah junnah, perisai. Beliau bersabda:
«وَإِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ»
Sesungguhnya imam itu adalah perisai, tempat berperang di belakangnya dan berlindung dengannya (HR al-Bukhari).
           
Pendek kata, dengan Khilafah, umat ini akan menjadi umat yang mulia dan terhormat.

Allâhu Akbar 3X wa lil-Lâh al-hamd,
Ma’âsyira al-Muslimîn rahimakul-Lâh
Khalifah bukan hanya kebutuhan negeri-negeri Muslim yang terjajah secara fisik. Khilafah juga menjadi kebutuhan bagi seluruh umat Islam, termasuk negeri yang tidak dijajah secara fisik seperti negeri ini. Meskipun tidak secara fisik, namun penjajahan berlangsung dalam berbagai aspek kehidupan, seperti politik, ekonomi, budaya, pemikiran, dan peradaban. Maka, utang negara pun terus bertambah setiap tahun, sementara sebagian besar rakyatnya hidup miskin dan menderita. Ironisnya, kekayaan alam yang melimpah ruah justru dikuasai korporasi-korporasi asing. Korupsi semakin menjadi-jadi, kriminalitas merajalela, kemungkaran dan kemaksiatan lainnya semakin liar dan tak terkendali.
Rezim telah beberapa kali berganti. Pemilu, baik legislatif, presiden, maupun kepala daerah sudah diadakan berkali-kali. Namun perubahan lebih baik tak kunjung terjadi. Janji manis para politisi tinggal janji. Keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan hanya mimpi.
Bagaimana bisa keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan bisa diwujudkan, sementara sistem yang diberlakukan justru menciptakan ketimpangan, kemiskinan, dan kesengsaraan. Bagaimana bisa negeri ini terbebas dari penjajahan, sedangkan sistem yang diterapkan justru melempangkan penjajahan. Maka, siapa pun pemimpinnya, jika sistemnya tidak diubah, tetap saja tidak akan membawa perubahan.
Inilah yang terjadi di negeri ini. Pangkal penyebab aneka problema di negeri ini adalah sistem batil dan rusak. Sistem itu adalah demokrasi dan liberalisme. Keduanya bersumber dari ideologi kufur, yakni Sekularisme-Kapitalisme.
Prinsip dasar demokrasi adalah kedaulatan rakyat. Prinsip ini menjadikan manusia menjadi pembuat hukum satu-satunya. Ini jelas menafikan otoritas Allah Swt sebagai pembuat hukum. Sedangkan prinsip dasar liberalisme dalam ekonomi adalah kebebasan kepemilikan beserta pengelolaannya. Tidak peduli apakah kebebasan itu menabrak ketentuan syariah atau tidak.
            Ketika sistem tersebut diterapkan oleh negara, maka akan memiliki daya paksa terhadap rakyatnya. Rakyat dipaksa berpaling dari syariah-Nya. Ketika itu terjadi, niscaya akan menjerumuskan manusia kepada jurang kesengsaraan. Allah Swt berfirman:
﴿وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا﴾
Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit (QS Thaha [20]: 124).
Menurut Imam Ibnu Katsir rahimahul-Lâh dalam tafsirnya, pengertian berpaling dari peringatan-Ku adalah menyelisihi perintah-Ku dan apa yang Aku turunkan kepada para rasul-Ku, berpaling darinya, melupakannya, dan mengambil selainnya sebagai petunjuk baginya,
Sedangkan yang dimaksud dengan: fa inna lahu ma’îsyatan dzanka, adalah: Tidak ada ketenteraman baginya, tidak ada kelapangan di dadanya, bahkan dadanya terasa sempit karena kesesatannya, meskipun secara dhahir terlihat nikmat. Bisa berpakaian, bisa makan dan minum apa pun yang diinginkannya, serta tinggal di mana pun dia suka. Maka hatinya tidak akan sampai pada keyakinan dan petunjuk. Hatinya akan merasa gelisah, tidak menentu, dan ada dalam keraguan. Hatinya selalu diliputi sangsi dan kebimbangan.
Penolakan terhadap syariah, tidak hanya menyebabkan derita di dunia, namun juga akan menjerumuskan manusia ke dalam neraka. Inilah yang ditegaskan dalam ayat ini selanjutnya:
﴿وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى﴾
Dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta (QS Thaha [20]: 124).
Masihkah ada di antara kita berani melanjutkan sistem kufur yang membuat kita mendapatkan siksa tiada tara?

Allâhu Akbar 3X wa lil-Lâh al-hamd,
Ma’âsyira al-Muslimîn rahimakul-Lâh
Karena itu, negeri ini memerlukan Khilafah. Dengan Khilafah, syariah dengan seluruh bagiannya dapat diterapkan. Sebagai hukum yang berasal dari Dzat Maha Benar dan Maha Adil, syariah adalah hukum yang benar dan adil. Dan ketika diterapkan, niscaya akan menghasilkan keadilan dan kebaikan. Kesejahteraan dan keberkahan juga akan didapatkan. Allah Swt berfirman:
﴿وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ﴾
Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi (QS al-A’raf [7]: 96).

Allâhu Akbar 3X wa lil-Lâh al-hamd,
Ma’âsyira al-Muslimîn rahimakul-Lâh
Di akhir khutbah ini, kami ingin mengingatkan kembali bahwa Khilafah adalah kewajiban syar’i dan sumber kemuliaan kita: al-khilâfatu fardhu Rabbina wa mashdaru ‘izzinâ, Khilafah adalah kewajiban Tuhan kita dan sumber kemuliaan kita.
Khilafah sebagai kewajiban telah diterangkan oleh para ulama mu’tabar. Tidak ada perselisihan di antara mereka. Kemuliaan juga hanya kita dapatkan tatkala kita menerapkan syariah. Sedangkan syariah secara kaffah hanya bisa diterapkan dalam daulah Khilafah.
Maka, wahai kaum Muslimin. Setelah menjalankan ibadah puasa sebulan penuh, marilah kita sempurnakan ibadah kita dengan turut berjuang menegakkan Khilafah. Segeralah melangkah dalam barisan para pejuang syariah dan Khilafah. Semoga, Allah Swt menyegerakan pertolongan-Nya dengan kembalinya Khilafah ‘alâ minhâj al-nubuwwah; dan kita termasuk di antara orang-orang ikut andil di dalamnya.
Marilah khutbah ini kita tutup dengan doa:

أَللّهُمَّ اغْفِرْلَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا، أَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَات
اللّهُمَّ اجْعَلْ عَمَلَنَا عَمَلًا صَالِحًا مُتَقَبَّلًا, مُوَافِقًا بِأَحْكَامِكَ وَخَالِصًا لِوَجْهِكَ
اَللّهُمَّ يَا مُنْـزِلَ الْكِتَابِ وَمُجْرِيَ الْحِساَبِ وَمُحْزِمَ اْلأَحْزَابِ اِهْزِمِ اْليَهُوْدَ وَاَعْوَانَهُمْ والَصَلِّيْبِيِّيْنَ الظَّالِمِيْنَ وَاَنْصَارَهُمْ وَالرَّأْسُمَالِيِّيْنَ وَاِخْوَانَهُمْ وَ اْلإِشْتِرَاكَيِّيْنَ وَالشُيُوْعِيِّيْنَ وَاَشْيَاعَهُمْ
اَللَّهُمَّ ارْحَمْ اُمَّةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ رَحْمَةً عَامَّةً تُنْجِيْهِمْ بِهَا النَّارَ وَتُدْخِلْهُمْ بِهَا الْجَنَّةَ. اَللَّهُمَّ اَيُّمَا عَبْدٍ اَوْ أَمَةٍ مِنْ اُمَّةِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ يُحِبُّنَا وَيَدْعُوْ لَنَا فَثَقِّلْ مِيْزَانَهُ وَحَقِّقْ اِيْمَانَهُ وَاجْعَلْهُ فِي الْجَنَّةِ الْفِرْدَوْسِ اْلاَعْلَى. وَاَيُّمَا عَبْدٍ اَوْ اَمَةٍ مِنْ اُمَّةِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ عَلَى خَطَأِ وَهُوَ يَظُنُّ اَنَّهُ عَلىَ الْحَقِّ فَرُدَّهُ اِلَى الْحَقِّ رُدًّا جَمِيْلاً. اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا ِلإِخْوَانِناَ الْمُسْلِمِيْنَ حَيِّنِيْنَ لَيِّنِيْنَ سَهِّلِيْنَ حَبِيْبِيْنَ قَرِيْبِيْنَ. وَنَسْأَلُكَ اَنْ تَجْعَلَناَ مُبَشِّرِيْنَ وَمُيَسِّرِيْنَ وَلاَ تَجْعَلَناَ مُعَسِّرِيْنَ وَمُنَفِّرِيْنَ.
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ دَوْلَةَ الْخِلاَفَةِ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ تُعِزُّ بِهَا اْلإِسْلاَمَ وَاَهْلَهُ وَتُذِلُّ بِهَا الْكُفْرَ وَاَهْلَهُ، وَ اجْعَلْناَ مِنَ الْعَامِلِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ بِإِقَامَتِهَا
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، وَسُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، كُلُ عَامٍ وَ أَنْتُمْ بِخَيْرٍ

Jumat, 18 April 2014

Hafidz Abdurrahman : Hizbut Tahrir Sudah Punya Master Plan dan Road Map Untuk Menegakkan Khilafah

Hafidz Abdurrahman : Hizbut Tahrir Sudah Punya Master Plan dan Road Map Untuk Menegakkan Khilafah


HTI Press, Makassar - perjuangan Hizbut Tahrir (HT) untuk menegakkan kembali institusi Daulah Khilafah tak perlu diragukan lagi. Sejak awal didirikan hingga sekarang, HT tidak pernah kehilangan arah disebabkan karena HT sudah punya master plan dan road map untuk menegakkan Khilafah. Pernyataan ini ditegaskan oleh Hafidz Abdurrahman (DPP HTI) saat menjadi pembicara di Konferensi Tokoh Umat Sulsel, Ahad (17/6) di Makassar.
” Dengan izin Allah, Hizbut Tahrir bersama umat bisa menegakkan Khilafah kembali. Perjuangan Hizbut Tahrir tidak akan kehilangan arah, karena Hizbut Tahrir sudah memiliki master plan dan road map. Yang dibutuh Hizbut Tahrir adalah nusroh dan dukungan dari para tokoh umat ” tegas Hafidz.
Menyinggung kondisi bangsa Indonesia, Hafidz berpendapat bahwa Indonesia adalah negeri yang fasad. Hal tersebut dikarenakan maksiat yang dilakukan oleh penguasa, dan rakyatnya juga mendiamkannya. Kemaksiatan penguasa yang dimaksud hafidz adalah ketika penguasa menerapkan kebijakan yang tidak bersumber dari syariah Islam.
Dalam bidang ekonomi misalnya, pembangunan ekonomi disandarkan pada utang dan investasi asing. Belum lagi postur APBN yang bermasalah sehingga membuat bangsa Indonesia semakin terpuruk.
Berbeda dengan sistem Khilafah, jika diterapkan, politik ekonomi Islam akan memicu pertumbuhan ekonomi yang stabil dan menyejahterakan. Oleh karena itu Hafidz menyerukan kepada seluruh tokoh umat agar memberikan dukungannya dan bersama-sama dengan HT untuk menyonsong tegaknya Daulah Khilafah Islam. [ ] Aulia Yahya

Metode Hizbut Tahrir Menegakkan Khilafah by Dr. Imran Waheed, London-UK

Metode Hizbut Tahrir Menegakkan Khilafah

Dr. Imran Waheed, London-UK
Hizbut Tahrir dalam langkah-langkah perjuangannya selalu berpegang pada metode Rosulullah saw. Siapa saja yang menjadikan Rasul sebagai contoh teladan, akan dapat melihat bagaimana Rasulullah saw. beserta kelompoknya dari para sahabatnya berjuang melawan seluruh kebatilan dan menghadapi segala rintangan dalam rangka meninggikan agama Allah Swt. di muka bumi dengan mendirikan negara Islam di Madinah.
Siapapun yang membaca sejarah perjuangan Rasulullah saw. dan ingin mengikuti langkah-langkah beliau tidak akan mempersoalkan 13 tahun lamanya beliau berjuang, tetapi bagaimana beliau dengan partai politiknya yang beranggotakan para sahabat beliau berhasil mendirikan negara Islam. Metode inilah yang juga diadopsi oleh Hizbut Tahrir.
Dengan metode inilah kaum Muslim dapat menegakkan negara Khilafah selama 1400 tahun.Metode ini mampu mengguncang singgasana para raja /kepala Negara yang zalim sekaligus mendorong umat Islam berkeinginan mengembalikan kemuliaan mereka di tengah-tengah kehidupan di dunia dan akhirat. Mereka yang menginginkan tegaknya kembali negara Khilafah dan perubahan secara radikal tentu harus mendedikasikan diri mereka untuk mempelajari dan mendalami metode ini serta menerapkannya tanpa penyimpangan sedikitpun.
Atas izin Allah, Rasulullah saw. telah membentuk partai politik. Sesungguhnya politik bersumber dari Sunnah Rasulullah. Bukankah Rasulullah pernah berkata kepada orang-orang Quraisy, “Aku akan memberi kalian satu pernyataan yang akan menjadikan kalian penguasa bagi bangsa Arab dan orang-orang selain Arab.”
Ketika ditanyakan pernyataan apa itu, Rasul saw. menjawab, “Katakan, ‘Lâ ilâha illâ Allâh, niscaya kalian akan mendapatkannya.”
Jika ini dikatakan bukan politik dan bukan pula sebagai aktivitas politik, lalu mau disebut apa?
Membentuk Partai Politik
Ayat yang pertama kali diturunkan kepada Rasulullah saw. adalah sebuah ayat yang membantah dengan sangat fundamental sendi-sendi kehidupan masyarakat Makkah yang telah mapan:
]اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ %خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ[
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang menciptakan; Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (QS al-Alaq [96]: 1-2).
Ayat ini memerintahkan kepada Muhammad saw. dan semua pengikutnya sampai Hari Kiamat untuk membaca, mempelajari, dan melaksanakan kehidupan Islami atas nama Allah; bukan atas nama berhala orang-orang Quraisy atau berhala peradaban Barat, seperti demokrasi dan kebebasan.
Setelah menerima wahyu yang pertama, Rasulullah saw. kembali pulang dan menceritakannya kepada istrinya yaitu Khadijah Ummul Mukminin. Khadijah (ra) berkata, “Setelah (hari) ini tidak akan ada lagi istirahat.”
Dalam mengawali langkah dakwahnya, Rasulullah saw. mendatangi orang-orang terdekat beliau dan secara terang-terangan mengajak orang-orang Makkah untuk masuk Islam. (Lihat: QS al-Mudatstsir [74]:1-2).
Rasulullah saw melakukan kontak dengan orang-orang Makkah dan mengajarkan mereka al-Quran. Satu-persatu dari mereka memeluk Islam, Beliau kemudian memerintahkan kepada mereka yang lebih dulu memeluk Islam untuk mengajarkan al-Quran kepada yang lainnya. Beliau menjadikan rumah al-Arqam bin Abi al-Arqam sebagai pusat pembinaan.
Beliau melakukan aktivitas ini selama 3 tahun, mengajari kelompok kaum Muslim, membimbing mereka dalam shalat, melaksanakan tahajud pada malam hari, memotivasi mereka, memperkuat keyakinan mereka melalui shalat dan zikir, membantu mereka meningkatkan taraf berpikir dan merefleksikan ayat-ayat al-Quran yang diturunkan Allah Swt. Beliau mengajari mereka sikap sabar dalam menghadapi setiap ujian dan cobaan yang sangat berat yang datang dari Allah Swt. Beliaumenanamkan keyakinan yang mantap kepada mereka sehingga bekas-bekas kekufuran dan kejahiliahan lenyap dalam diri mereka dan mereka menjadi bersih dengan akidah Islam.
Siapa saja yang ingin mengembalikan tegaknya negara Khilafah harus membentuk partai sebagaimana yang dilakukan Rasulullah saw.; sebuah partai yang mampu menenggelamkan seluruh pemikiran kapitalisme, komunisme, nasionalisme, dan semua yang bertentangan dengan Islam hilang dalam diri anggota-anggotanya. Mereka menjadi orang-orang yang pantas dan layak mengemban dakwah Islam dan mampu memikul beban dakwah. Rasulullah saw. menjadikan para sahabat berubah secara radikal sehingga mereka mampu menahan beban berat yang menimpanya. Rasul menjadikan sahabat Umar bin al-Khaththab dari seseorang yang pernah mengubur anak perempuannya hidup-hidup hingga menjadi seseorang sebagaimana yang di sabdakan Rasulullah saw., “Jika Umar berjalan di sebuah sisi jalan, setan berjalan di sisi jalan yang lainnya.”
Di tangan beliau pula, Abdullah bin Mas‘ud yang kakinya kecil selalu tertiup angin menjadi seseorang yang kakinya jauh lebih kokoh daripada Gunung Uhud; seorang anak berumur 8 tahun, Ali bin Abi Thalib, menjadi seseorang yang berkata—ketika menjawab pertanyaan bagaimana ia bisa memutuskan untuk menerima Islam, “Allah tidak pernah berkonsultasi lebih dulu dengan ayahku ketika Dia menciptakanku. Lalu mengapa aku harus berkonsultasi dengannya untuk menyembah-Nya?!”
Berinteraksi dengan Masyarakat
Setelah Muhammad saw. membentuk partainya bersama para sahabatnya dan membuat perubahan secara radikal, Allah Swt. memerintahkan beliau keluar secara terang-terangan sekaligus menentang pemikiran-pemikiran orang-orang Makkah serta para elit politiknya yang memberlakukan aturan kufur kepada masyarakat Makkah. (Lihat: QS al-Hijr [15]: 94).
Dengan turunnya surat al-Hijr ayat 94, Rasul dan para sahabat turun ke jalan dalam dua barisan. Mereka berjalan mengelilingi Ka’bah sepanjang siang sembari menentang praktik-praktik dari aturan-aturan kota Makkah.
Selanjutnya, Muhammad saw mengambil setiap kesempatan untuk mengungkap kesalahan dari cara pandang hidup yang selama ini dijalani orang-orang Quraisy. Beliau mencela korupsi, mengungkap masalah-masalah sosial, dan menghina berhala-berhala kafir Quraisy.
Siapa saja yang berkeinginan menegakkan kembali negara Khilafah dituntut untuk mengikuti metode Rasulullah saw. dalam mengungkap kekeliruan dari pandangan hidup orang-orang kafir, mengkritik praktik-praktik ekonomi di masyarakat, dan menghinakan sendi-sendi kehidupan masyarakat Barat yang di propagandakan ke seluruh Dunia Islam. Itulah yang telah dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabat.
Kaum Muslim hendaknya membaca ayat:
]وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ[
Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (QS al-Mutaffifin [83]: 1).
Hari ini kaum Muslim harus menentang praktik-praktik ekonomi yang korup seperti pasar bebas. Sekadar menyebut contoh, bahwa Hizbut Tahrir menerbitkan booklet yang mengkritik anggaran pemerintah Sudan dan booklet yang menjelaskan latar belakang kehancuran pasar-pasar modal di Timur-Jauh.
Partai politik Muhammad saw menantang para pemimpin Quraisy. Sebagai contoh, ketika Hamzah memeluk Islam, dia berhadapan dengan Abu Jahal sambil menantangnya dengan berkata, “Apakah engkau akan menghinakan kemenakanku (Muhammad) setelah aku menjadi pengikut agamanya?”
Allah Swt. telah menyerang orang-orang zalim, seperti dalam firman-Nya:
]تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ[
Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. (QS al-Masad [111]: 1).
Hari ini pun, kita harus bangkit melawan kekuasaan politik yang zalim di negeri-negeri Muslim, seperti halnya rezim raja Abdullah dari Yordania dan rezim Karimov dari Uzbekistan, sekaligusmemperlihatkan kekeliruan dari cara pandang hidup dan kekuasaan mereka. Tentu, mengungkap aturan-aturan semacam itu adalah salah satu tindakan yang sangat mulia di sisi Allah Swt., karena Rasulullah saw pernah bersabda:
«إِنَّ مِنْ أَعْظَمِ الْجِهَادِ كَلِمَةَ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ»
Sesungguhnya di antara jihad yang paling Utama adalah menyampaikan kata-kata yang adil (lurus/benar) di hadapan penguasa yang lalim. (HR at-Tirmidzi).
Kita juga harus berada di barisan terdepan dalam menghadapi berhala-berhala yang berasal dari Barat, seperti demokrasi dan kebebasan. Sama seperti yang dilakukan oleh partainya Rasulullah saw. yang menghadapi berhala-berhala kafir Quraisy yaitu Latta, Manat, dan Uzza. Para elit politik kota Makkah dan cara pandang hidup mereka terguncang atas perjuangan Muhammad saw dan kelompoknya. Mereka para elit politik Makkah mendatangi Rasul dan menawarkan kepadanya dunia (harta dan kekuasaan) agar Rasul beredia meninggalkan seruannya. Setelah mereka gagal, mereka memburu dan menangkapi orang-orang yang telah memeluk Islam, menganiaya dan menyiksa mereka, memfitnah serta memboikot mereka. Sama halnya dengan kondisi sekarang. Para pengemban dakwah yang ikhlas, yang menjadikan Rasulullah sebagai satu-satunya panutan, diburu dan dikejar-kejar dalam usaha untuk memadamkan cahaya Islam.
]يُرِيدُونَ أَنْ يُطْفِئُوا نُورَ اللهِ بِأَفْوَاهِهِمْ[
Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka. (QS at-Taubah [9]: 32).
Alhamdulillah, partai Rasulullah saw. mampu bertahan dari penganiayaan, penderitaan, dan pemboikotan. Jika tidak ada partai seperti ini, dakwah tidak akan berhasil.

Meraih Kekuasaan
Walaupun semua itu telah dilakukan, Muhammad saw. masih belum dapat mendirikan negara Islam. Karena itu, beliau menghabiskan seluruh upayanya dalam melakukan thalab an-nushrah(mencari pertolongan untuk meraih kekuasaan). Tentu saja tanpa aktivitas thalab an-nushrah dari orang-orang yang memilikinya tidak akan mungkin mampu menegakkan negara, serta menegakkan agama Allah Swt. di muka bumi. Perhatikanlah di semua buku-buku sirah Rasul, Anda akan melihat bahwa beliau menghabiskan waktu selama 3 tahun, pergi dari satu kabilah (suku) yang kuat ke kabilah kuat lainnya, mengajak mereka untuk membantu beliau meraih kekuasaan serta mengimplementasikan Islam. Secara keseluruhan beliau mengunjungi lebih dari 40 suku (kabilah) dengan satu tekad, yaitu mengajak mereka untuk masuk agama Islam dan membantu beliau untuk meraih kekuasaan sehingga Islam dapat diimplementasikan secara menyeluruh.
Muhammad saw. senantiasa mengadakan dialog-dialog dengan kabilah-kabilah (suku-suku) yang ada. Setelah berdialog dengan kabilah Bani Amr bin Sa‘sa‘ah, mereka bertanya kepada Rasul saw. “Siapa yang akan menjadi penguasa setelah engkau?”
Muhammad saw. menjawab, “Allah akan memberi kekuasaan kepada siapa saja yang Dia kehendaki.”
Jelas, bahwa Rasulullah saw. datang kepada mereka meminta pertolongan untuk meraih kekuasan dan mengimplementasikan Islam.
Rasulullah saw. juga meminta kepada kabilah-kabilah lain kekuasaan dari mereka.
Meraih kekuasaan dengan memintanya dari orang-orang yang memilikinya adalah inti dari Sunnah Rasulullah saw. Mengikuti Sunnahnya menuntut kita menjalankan aktivitas thalab an-nushrah untuk meraih kekuasaan dari orang-orang yang memilikinya, dalam rangka mengimplementasikan Islam.
Begitulah metode Rasulullah saw. yang seharusnya kita adopsi dalam rangka menegakkan kembali negara Khilafah. Metode ini telah mampu membangun suatu negara yang hanya dalam tempo puluhan tahun saja telah membuat kerajaan Romawi dan Persia takluk di bawah telapak kaki mereka. Metode ini adalah metode perubahan, bukan metode kompromi dan stagnasi, apalagi ketundukan pada kekufuran. Inilah metode yang memenuhi kehendak Allah, bukan yang memenuhi kehendak penguasa atau masyarakat.[]